Sinetron? Ya iyalah pastinya...
Maaf karena membuat Anda kecewa, jangan bayangkan apa yang saya mau ceritakan ini ada hubungannya dengan anak durhaka yang sakit keras atau orang kaya pelit yang akhirnya sadar sakitnya tidak bisa disembuhkan dengan uang.
Yang mau saya ceritakan adalah ternyata waktu sakitpun bisa
dapat ilmu :)
Al kisah berawal dari suatu pagi beberapa hari lalu
scene : seorang gadis
memandang keluar jendela, menunggu sang fajar menampakkan cahayanya ....
ngeeeek, back to reality . . .
Tersadar dari tidur dengan kepala yang rasanya berat sekali
untuk diangkat. Ya, sudah dua hari ini badan rasanya tidak rela untuk diajak
beraktifitas seperti biasanya. Setelah menunggu beberapa jam (eh, lama ajah),
akhirnya saya memutuskan untuk makan gaji buta, tidak berangkat kerja hari itu.
Tanya kenapa makan gaji buta? karena ditempat saya kerja
tidak ada pemotongan gaji jika tidak masuk... Iri kaaaan?!?! :D
lanjuuuuuttt...
Setelah beberapa lama, akhirnya sang kepala mau juga diajak
kompromi. Kali ini memang harus mau, karena sistem metabolisme tubuh sudah
menuntut hak pagi hari nya. Racun yang sudah beberapa jam bermalam di dalam
tubuh harus segera dikeluarkan.
Berjalan dengan gontay ke sebuah ruangan yang besarnya tak
lebih dari dua orang mungil tidur berjajar. Dasar ruangan berwarna merah terasa
dingin dan membuat kaki sedikit berjinjit saat menyentuhnya. Sesaat kemudian
kucuran H2o dari leher kran pun berlomba-lomba memenuhi sang wadah, disaat bersamaan dengan dibuangnya
racun dari tubuh ini.
Alhamdulillah, pagi ini saya sudah berdamai dengan kandung
kemih dan ginjal J
Tanpa terasa hari semakin siang, sang sakit pun sudah mulai
meruntuhkan keegoisannya hinggap di kepala saya. Melihat matahari sudah tinggi,
saya pun berjalan ke teras rumah untuk melihat keadaan si jambul.
Perkenalkan, ini si jambul, burung peliharaan kami yang
baru. Dia sejenis kenari tetapi agak berbeda karena memiliki jambul.
ini jambul habis mandi loh, bukan penyakitan ya.. :)
Siang itu saya menurunkan si jambul dari singahsananya untuk
memandikannya. Ini adalah kedua kalinya saya memandikan si jambul sejak dua
bulan lalu dia menjadi anggota keluarga (ketahuan pemalasnya :D).
Belumlah puas meneror si jambul dengan air, dari kejauhan
tampak dua orang berjalan mendekati rumah saya. Seorang wanita dan seorang
pria. Kebetulan saat itu mama juga ada di teras, kalo mama sih lagi ngecek
jemuran udah pada kering atau belum …
Mama : “de, bilang aja maaf, engga…”
Ini adalah sikap spontan dan umum yang ditunjukkan sebagian orang jika didatangi orang asing, berseragam, dan
memegang map ditangannya. Dalam hati bertanya, “mereka mau ngapain?” dan sang
otak pun bereaksi, “kalo ga minta sumbangan, jualan, atau survey entah apa”.
Tak lama, si lelaki pun menyapa, “siang bu, siang teh,
permisi mau tanya-tanya sebentar”…
“Saya: ”Nah loh, bener kan”.
Lagian si mas nya
pede bener manggil teh, emang saya orang sunda?!. Ya, sebenernya sih itu hanya
bagian dari sopan santun dan hormat aja, tapi jadi sedikit ngerasa ganggu
karena udah punya prasangka negatif duluan.
Si lelaki: “maaf bu, teh, saya hanya melanjutkan dari tetangga sebelumnya, ibu Yati, ibu bleg bleg (si mas nya ga jelas ngomong
apa), ibu pake gas 3 kg?”.
Mama: “engga, saya ga pake”
Si lelaki: ”oh, pake gas yang besar ya bu, boleh saya liat
sebentar bu? Sebentar aja, untuk liat kondisi tabungnya”
Tiba-tiba dia buka pintu pagar dan nyelonong masuk. Nah loh…mau ngapain nih orang?
Bersambung part 2…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar