Jumat, 14 Maret 2014

Kejujuran itu masih ada

Alkisah beberapa hari lalu...

Seperti biasa, kopaja yang setiap hari setia mengantar saya ketempat beraktifitas pun tiba. Walaupun dari luar bus kota itu tampak kosong, namun ternyata tak ada lagi bangku yang tersisa untuk saya duduki. Alhasil, berdirilah saya di depan pintu...iya, didepan pintu, bukan disamping pak kusir loh ya, kalo itu naik delman.

Sambil memantapkan posisi berdiri, sedikit olah raga leher pun terjadi. Clingak clinguk nyari kondektur yang biasanya hanya memberikan sedikit waktu bagi penumpang untuk menempati posisi, lalu meluncur ke arah mereka untuk menjalankan kewajibannya menagih ongkos. Dan hari itu pun sang pilot darat ternyata bersolo karir, tak ada kondektur yang membantunya. Uang yang sudah disiapkan pun masih setia dalam genggaman.

Hingga tiba di satu tempat dimana seorang ibu akan turun. Sang ibu berjalan gontay ke sisi pak supir. Tentu saja akan gontay, bukan karena sang ibu masih mengantuk atau habis minum alkohol, tapi di dalam kendaraan umum seperti itu kami para penumpang juga diuji keseimbangan tubuh saat berdiri, berjalan, bahkan saat duduk. 

Si ibu kemudian berkata, "Pak, rumah sakit ya". Sambil menyodorkan lembaran uang ke pak supir. Tak lama kemudian, dua orang laki-laki pun mengikuti jejak si ibu. "Bang, jembatan" sambil menyodorkan lembaran uang ke pak supir. Ungkapan singkat yang dipahami betul oleh pak supir yang kemudian memberhentikan laju bus nya.

Hal ini biasa terjadi di angkutan bus kota yang supirnya bersolo karir. Para penumpang dengan kesadaran penuh memberikan uang ongkos kepada sang supir ketika mereka hendak turun. Padalah bisa saja kami berpura-pura lupa atau sengaja tidak membayarkan ongkos, toh pak supir kemungkinan besar tidak tahu karena penumpang saat itu cukup banyak. Toh ada kesempatan ketika jalan macet dan bus berhenti lalu kami langsung keluar tanpa membayarkan ongkos, karena pak supir tidak akan tahu.

Namun, itu tidak kami lakukan. Kami masih punya hati dan kejujuran untuk menjalankan kewajiban kami dan memberikan hak kepada orang yang telah membantu dalam menjalankan aktifitas. 

Demikian pula dengan kehadiran kantin kejujuran, yaitu kantin yang sengaja dibuat untuk menanamkan nilai kejujuran kepada anak-anak di sekolah. Seingat saya, kantin yang memiliki sistem self service dan tanpa kasir atau penjaga kantin ini mulai banyak di Indonesia sejak maraknya kasus korupsi oleh pejabat negeri ini.

sumber gambar : Google

Pertanyaan saya yang timbul hari itu adalah "Jika kami yang rakyat kecil ini masih memiliki hati dan kejujuran, padahal ada kesempatan untuk menanggalkannya atau berbuat curang, lalu dimana hati dan kejujuran para pengusaha yang mangkir dari pajak dan pemimpin korup yang memberikan imbas kerugian besar kepada masyarakat?"

"Whoever is careless with the truth in small matters cannot be trusted with important matters"-Albert Einstein

Tidak ada komentar:

Posting Komentar